Jumat, 11 Februari 2011

ISTIHSAN (USHUL FIQH)

BAB I
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang Masalah
      Ilmu Ushul Fiqih merupakan salah satu intsrumen penting yang harus dipenuhi oleh siapapun yang ingin menjalankan atau melakukan mekanisme ijtihad dan istinbath hukum dalam Islam. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika dalam pembahasan kriteria seorang mujtahid, penguasaan akan ilmu ini dimasukkan sebagai salah satu syarat mutlaknya. Atau dengan kata lain, untuk menjaga agar proses ijtihad dan istinbath  tetap berada pada koridor yang semestinya, Ushul Fiqih-lah salah satu “penjaga”nya.
Meskipun demikian, ada satu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa penguasaan Ushul Fiqih tidaklah serta merta menjamin kesatuan hasil ijtihad dan istinbath para mujtahid. Disamping faktor eksternal Ushul Fiqih itu sendiri –seperti penentuan keshahihan suatu hadits misalnya-, internal Ushul Fiqih sendiri –pada sebagian masalahnya- mengalami perdebatan (ikhtilaf) di kalangan para Ushuluyyin. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah al-Adillah (sebagian ahli Ushul menyebutnya : al-Ushul al-Mukhtalaf fiha), atau “Dalil-dalil yang diperselisihkan penggunaannya” dalam penggalian dan penyimpulan hukum. Salah satu dalil itu adalah apa yang dikenal dengan al-Istihsan (selanjutnya disebut sebagai Istihsan).[1]

JUAL BELI ( FIQH MUAMALAH - 1 )

 
BAB I
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang Masalah
Dalam agama Islam muamalah merupakan bagian yang mengatur tentang hubungan antara sesama manusia (hablu minannas). Hukum asal dalam bermuamalah adalah “segala sesuatu diperbolehkan, kecuali yang dilarang dalam Al-Qur’an dan Sunnah”. Sehingga banyak sekali bidang yang tercakup dalam muamalah.
ماَ أَحَلَّ اللهُ فِى كِتَابِهِ فَهُوَ حَلاَلٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ، فَاقْبَلُوْا مِنَ اللهِ عَافِيَتَهُ، فَإِنَّ اللهَ لمَ ْيَكُنْ لِيَنْسَى شَيْئًا. (رواه الحاكم)
Artinya: "Apa-apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya (al-Qur'an) adalah halal, apa-apa yang diharamkan-Nya, hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan/tidak dijelaskan hukumnya, dimaafkan. Untuk itu terimalah pemaafan-Nya, sebab Allah tidak pernah lupa tentang sesuatu apapun".[1] (HR. al-Hakim)