Selasa, 06 Desember 2011


R E S U M E
KONSEP PERILAKU KONSUMEN DALAM ISLAM
Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Mikro Islam

 










                    Oleh :  Zunny Nur Rahmah (C34209020)
                    Atikah                        (C74209110)




KONSEP PERILAKU KONSUMEN DALAM ISLAM


  1. PERILAKU KONSUMEN
1.      Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan tingkah laku konsumen, diamana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Objek kajiannya adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.

2.      Teori Perilaku Konsumen
Ada beberapa prinsip dasar dalam analisis perilaku konsumen, yaitu :
1.      Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan
2.      Konsumen mampu membaandingkan biaya dengan manfaat
3.      Tidak selamanya konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat
4.      Setiap barang dapat disubtitusi dengan barang lain
5.      Konsumen tunduk kepada hukum “berkurangnya tambahan kepuasan”

3.      Wujud-Wujud Konsumen
1.      Personal consumer : Konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2.      Organizational consumer : Konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.



Konsep Produksi
Pada umumnya konsumen lebih tertarik dengan produk2 yang harganya lebih murah. Dan objek marketing tersebut adalah murah, produksi yang efisien dan distribusi yang intensif.

Konsep Produk
Konsumen akan menggunakan atau membeli produk yang ditawarkan tersebut memiliki kualitas yang tinggi, performa yang terbaik  dan lengkap.

  1. PERILAKU KONSUMEN DALAM ISLAM
1.      Pengertian Perilaku Konsumen dalam Islam
Consumer behavior mempelajari bagaimana manusia memilih diantara berbaga pilihan yang dihadapimya dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki.
Teori perilaku konsumen dalam Islam dibangun berdasarkan syariah Islam, memiliki perbedaan yang mendasar dengan teori konvensional, yaitu menyangkut nilai dasar yang menjadi pondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi anggaran untuk berkonsumsi.
Berbeda dengan konsumen konvensional. Seorang muslim dalam penggunaan penghasilanya memiliki 2 sisi, yaitu pertama untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya dan sebagianya lagi untuk dibelanjakan di jalan Allah.

PRILAKU KONSUMSI
(prefences and utility)
Jeremy Bentham dalam “introduction to the principles of morals and legislation” sebagai utility (nilai guna). Ada beberapa aksioma yang dikembangkan dalam menentukan pilihan-pilihan rasional individu, antara lain adalah :
Completeness (kelengkapan) : jika individu dihadapkan dua situasi A dan B maka ia akan senantiasa dapat menentukan secara pasti salah satu dari ketiga kemungkinan berikut ini:
• A lebih disukai dari pada B
• B lebih disukai dari pada A
• A dan B sama-sama disukai.
Dalam hal ini individu diasumsikan dapat mengambil keputusan secara konsekuen dan mengerti akibat dari keputusan tersebut, asumsi juga mengarah pada kemungkinan bahwa individu lebih menyukai salah satu dari A dan B.

Transitivity: jika seseorang berpendapat bahwa A lebih disukai dari pada B dan B lebih disukai dari C maka tentu ia akan mengatakan A harus disukai dari pada C. asumsi ini menyatakan bahwa pilihan individu bersifat konsisten secara internal.

Continuity: jika sesorang menganggap A lebih disukai dari pada B maka situasi yang cocok mendekati A harus juga lebih disukai dari pada B.

ASUMSI DAN AKSIOMA DALAM ISLAM
• Halal
• Haram
• Berkah

PRINSIP KONSUMSI DALAM ISLAM
Dalam melakukan kegiatan konsumsi, umat Islam harus menerapkan prinsip-prinsip di bawah ini selain memperhatikan halal, haram dan berkahnya barang/jasa yang akan dikonsumsi. Prinsip=prinsip tersebut antara lain :
Prinsip keadilan:
Syarat ini mengandung arti ganda penting mengenai mencari rizki secara halal dan tidak melanggar hukum.
Firman Allah “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi….(Q.S,n Al-Baqoroh: 169)”
Rasulullah juga bersabda “1/3 adalah udara 1/3 makan dan 1/3 adalah minuman” (Al- Hadis)

Prinsip kebersihan:
Konsumsi harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor atau menjijikan sehingga merusak selera.
Rosullah mencontohkan untuk menjaga kebersihan sesuai dengan sabdanya “makanan diberkahi jika kita mencuci tangan sebelum dan setelah memakannya” (Tarmidzi, Mishkat).
Jabir meriwayatkan Abu Hamid membawa segelas susu dari Naqi. Rasulullah berkata kepadanya “Mengapa tidak kau tutup gelas itu? letakanlah sepotong kayu diatasnya” (Bukhori).
Bersumber dari Jabir, Rasulullah SAW bersabda “ Sebelum tidur, matikan lampu, tutup pintu dan tutupilah makanan dan minuman”. Hadis hadis diatas menjelaskan bagaimana Islam memerintahkan untuk senantiasa menjaga kebersihan makanan

Prinsip Kesederhanaan:
Konsumsi tidak boleh berlebih lebihan
firman Allah “Makan dan minumlah dan jangan engkau berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyikai orang-orang yang melampaui batas”.
firman Allah “Hai orang-orang beriman janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah melampaui batas…” (QS Al- Maidah: 87)
Arti penting dari ayat-ayat ini adalah menjaga keseimbangan dan kesederhanaan (hidup sesuai dengan kemampuan) dalam konsumsi

Prinsip Kemurahan hati:
Islam memerintahkan agar senantiasa memperhatikan saudara dan tetangga kita dengan senantiasa berbagi rasa bersama.

Prinsip moralitas:
Islam juga memperhatikan pembangunan moralitas sepritual bagi manusia hal tersebut dapat digambarkan dengan printah agama yang mengajarkan untuk senantiasa menyebut nama Allah dan bersukur atas karunianya, maka hal tersebut secara tidak langsung akan membawa dampak psikologis bagi pelakunya seperti anti makanan haram baik zat maupun cara mendapatkannya maupun ketenangan jiwa.

Konsep Maslahah dalam Perilaku Konsumen dalam Islam
Syarat Islam menginginkan manusia mencapai dan memelihara kesejahteraannya. Imam Shatibi menggunakan istilah mashlahah, yang maknanya lebih luas dari sekedar utility atau kepuasan dalam terminology ekonomi konvensional. Mashlahah merupakan tujuan hukum syara’ paling utama.
Menurut Imam Shatibi, mashlahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi ini. Menurut Imam Shatibi, ada lima elemen dasar, yakni : kehidupan atau jiwa (an-nafs), property atau harta benda (al-mal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl). Semua barang dan jasa yang mendukung tercapainya dan terpeliharanya elemen tersebut di atas pada setiap individu, itulah yang disebut mashlahah.
Adapun sifat-sifat mashlahah sebagai berikut :
1.      Mashlahah bersifat subjektif, yakni setiap individu menjadi hakim bagi masing-masing dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan suatu mashlahah atau bukan bagi dirinya. Berbeda dengan konsep Utility, yang kriteria mashlahah telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat semua individu.
2.      Mashlahah orang per-seorang akan konsisten dengan masalah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep Pareto Optimum, yaitu keadaan Optimal dimana seseorang tidak dapat meningkatkan tingkat kepuasan atau kesejahteraannya tanpa menyebabkan penurunan kepuasan atau kesejahteraan orang lain.
3.      Konsep mashlahah mendasari semua aktivitas ekonomi dalam masyarakat, baik produksi, konsumsi, atau distribusi. Dengan demikian, seorang individu Islam akan memiliki dua jenis pilihan, yaitu :
a.       Bagaimana memilih di dalam mashlahah jenis pertama : berapa bagian pendapatannya yang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dunia (dalam rangka mencapai ‘kepuasan’ di akhirat) dan beberapa bagian untuk kebutuhan akhirat.
b.      Berapa bagian pendapatan yang akan dialokasikan untuk maslahah jenis pertama dan berapa maslahah jenis ke-dua.
Pada tingkat pendapatan tertentu, konsumen Islam, karena memiliki alokasi untuk hal-hal yang menyangkut akhirat, akan mengkonsumsi barang lebih sedikit daripada non muslim. Hal yang membatasinya adalah konsep mashlahah tersebut di atas. Tidak semua barang/jasa  yang memberikan kepuasan/utility mengandung mashlahah di dalamnya, sehingga tidak semua barang/jasa dapat dan layak dikonsumsi oleh umat Islam.
Islam mengajarkan agar pengeluaran rumah tangga muslim lebih mengutamakan kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat. Setidaknya terdapat 3 kebutuhan yaitu : kebutuhan primer, sekunder, dan pelengkap. Dan dalam pemenuhan kebutuhannya, haruslah sesuai dengan apa yang telah disebutkan di atas.






DAFTAR PUSTAKA

http://maxzhum.blogspot.com/2009/05/perilaku-konsumen-dalam-islam.html
Mannan, M. Abdul. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Solo : PT. Amanah Bunda Sejahtera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar